Imunisasi
DEFINISI
Imunisasi
adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk
membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan
antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.
Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap
sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa
kanak-kanak.
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan
perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang
mungkin timbul.
Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa
kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Imunisasi
BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberkulosis (TBC).
BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2
bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada
lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL
dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus
Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000
partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah
penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita
yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi:
Reaksi
lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah
menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka
(ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
Reaksi
regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai
nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
Pembentukan
abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu
dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan,
bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan
menggunakan jarum) dan bukan disayat.
Limfadenitis
supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya
terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
Imunisasi
DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang
melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang
menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri
pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi
pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan
dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas,
makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti
pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa
menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa
diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun.
Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu
pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III);
selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun
setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap
vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi
awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian
setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun,
setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3
kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan
terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang
ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa
hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam
vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP
menyebabkan komplikasi berikut:
- demam
tinggi (lebih dari 40,5? Celsius)
- kejang
- kejang
demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang
atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
- syok
(kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih
serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat.
Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit
otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai
kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT,
mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat
penyuntikan.
Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam,
bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen).
Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan
juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan
maupun tungkai yang bersangkutan.
Imunisasi
DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif
terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus,
misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi
pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan
sama dengan imunisasi DPT.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha
sebanyak 0,5 mL.
Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak
yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam
ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung
selama 1-2 hari.
Imunisasi
TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid)
memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum)
juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan
penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan
sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan.
Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau
lengan sebanyak 0,5 mL.
Efek samping dari tetanus toksoid adalah
reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan
rasa nyeri.
Imunisasi
Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan
kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio
bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
IPV
(Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan
OPV
(Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua
bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio
I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.
Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun
setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada
saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin.
Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau
dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
- Diare
berat
-
Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
-
Kehamilan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa
kelumpuhan dan kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk
menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat
diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang
tertingiu.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi
dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara
rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak
ditemukan.
Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan
imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang yang pernah mengalami reaksi
alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B
atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan
untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani
terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan
lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita
diare.
Jika anak sedang menderita penyakit ringan
atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar
pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada
tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.
Imunisasi
Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak (tampek).
Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis
pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat
diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam
sebanyak 0,5 mL.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
- infeksi
akut yang disertai demam lebih dari 38?Celsius
-
gangguan sistem kekebalan
-
pemakaian obat imunosupresan
- alergi
terhadap protein telur
-
hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
- wanita
hamil.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa
demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis
(jarang).
Imunisasi
MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap
campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk,
hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan
pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti
pembengkakan otak dan bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan
pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai
nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan
korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan
pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam
ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga
bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella,
bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta
atau tuli).
Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa
menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan
antara autisme dengan pemberian vaksin MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang
melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman.
Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya
digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi
kepada bayi yang berumur 9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak
berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur
hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur
4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum
masuk SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang
dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak
yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum
masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum
tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang
telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak.
Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan
MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman
dan gondongan.
Suntikan kedua diberikan untuk memberikan
perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh
masing-masing komponen vaksin:
Komponen
campak
1-2 minggu setelah menjalani imunisasi,
mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang
menerima suntikan MMR.
Demam 39,5? Celsius atau lebih tanpa gejala
lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini
biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya
selama 1-2 hari.
Efek samping tersebut jarang terjadi pada
suntikan MMR kedua.
Komponen
gondongan
Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan
dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu
1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR.
Komponen
campak Jerman
Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam
kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah
menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan
MMR.
Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama
beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal
ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi
terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan
sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang-timbul).
Artritis
(pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi
pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang
menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini.
Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki
selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada orang dewasa.
Meskipun jarang, setelah menerima suntikan
MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang
(misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah
suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika
dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan
campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat
serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda
sampai anak pulih.
Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan
kepada:
- anak
yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
- anak
yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
- anak
yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun
akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati
imunosupresan.
- wanita
hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.
Imunisasi
Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh
Haemophilus influenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis,
pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan,
biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan.
Imunisasi
Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan
terhadap cacar air.
Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang
membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng
yang akan mengelupas.
Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum
pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella.
Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella
sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin.
Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau
lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah
menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8
minggu.
Cacar air disebabkan oleh virus
varicella-zoster dan sangat menular.
Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak
berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius
sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya
meninggal.
Cacar air pada orang dewasa cenderung
menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya
cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun
telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya
menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500
lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka
panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya
ringan, yaitu berupa:
- demam
- nyeri
dan pembengkakan di tempat penyuntikan
- ruam
cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah:
- kejang
demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan
-
pneumonia
- reaksi
alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan,
kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal
ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah
suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi.
-
ensefalitis
-
penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan
kepada:
- Wanita
hamil atau wanita menyusui
-
Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang
memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
-
Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau
gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
-
Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau
gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
- Anak-anak
atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid
- Setiap
orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya
-
Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan
immunoglobulin.
Imunisasi
HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap
hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang
bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi
lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi
berumur 2 bulan.
Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali
dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang
waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan
diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi
ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg
positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B
immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis
kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada
saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status
HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir.
Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status
HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih
dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit
berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih.
Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal
(nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak
enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.
Imunisasi
Pneumokokus Konjugata
Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi
anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri
ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan
bakteremia (infeksi darah).
Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis
vaksin.
No comments:
Post a Comment